Minggu Pertama 'Bekerja'
Hari ini dan Kemarin
Setelah insiden kocak yang terjadi di hari kedatanganku di 06/06/21 kemarin, yang sebagian kisahnya aku bagikan di instagram, tidak terasa sudah berlalu tujuh malam dan tujuh pagi bagaimana aku melalui kehidupan baru di tempat yang juga baru ini.
Tak ada riuh sholawat dan ngaji dari speaker masjid layaknya di kampung halamanku di Tasik, juga tak ada hawa dingin yang menusuk di dini hari layaknya di Bandung.
Mencari makanan yang memuaskan dengan harga yang sesuai budget adalah tantangan tersendiri disini. Meskipun akhirnya harga itu aku temukan, tapi rasanya aku harus mencari variasi lagi untuk beberapa hari ke depan.
Berkeliling menggunakan motor yang biasanya jadi aktivitas pelepas penatpun tidak bisa aku lakukan sementara ini. Karena motor itu tidak sempat aku bawa kesini, kini ia masih tersimpan di Tasik dan belum tau juga kapan datangnya. Paling cepat mungkin bulan depan atau bisa saja lebih. Namun meski ada pun, aku rasa feel-nya akan tetap beda.
Pernah kucoba untuk meminjam motor temanku, namun mobilitas ibukota yang sangat cepat membuatku gugup untuk beberapa saat. Berkendara santai nampaknya hanya bisa dilakukan di dalam kompleks saja. Berkendara di siang hari ketika jam kerja pun rasanya bukan opsi yang pas, selain karena memang waktunya bekerja (aku pun demikian) tetapi teriknya siang terasa lebih kentara daripada tempatku dulu.
Begitupun dengan hobi lari yang biasanya aku lakukan di pagi/sore hari di Bandung, telat sebentar saja udaranya sudah tidak sesegar dahulu. Komplek yang tidak begitu besar, membuatku ingin mencoba lari ke luar, namun ku dapati kanan kirinya hanya gedung perbelanjaan tinggi nan padat kendaraan diantaranya. "Fiuh.. yauda, mau gimana lagi" begitu cukupku.
Rasa yang Timbul
Namun begitu, menjalani tujuh hari pertama disini, meskipun tidak ada hal yang spesial atau mungkin hal yang lebih baik sepenilaianku dari sebelumnya, rasanya tidak begitu buruk juga untuk terus aku dijalani.
Karena di tempat baru ini aku merasakan juga hal yang baru, sebuah rasa yang baru, sebuah tekad. Tekad kuat untuk "harus berhasil" dan "tidak boleh gagal". Mungkin begitulah orang-orang mengiaskan bahwa fase kehidupan kali ini adalah "kehidupan yang sebenarnya".
Meskipun tentu harus selalu menjadi pengingat, bahwa se-real apapun kehidupan dunia, sejatinya hanyalah merupakan kesementaraan.
Memang nuansa bekerja profesional; kontrak yang mengikat, timbal balik antara kewajiban dan hak, dan sources yang tersedia, seakan memunculkan rasa tanggung jawab akan tugas yang lebih daripada sebelumnya ketika basis kegiatan yang aku lakoni berkutat di ranah volunteering atau non-profit yang biasanya berkutat dengan mengandalkan empati dan rasa kesetiakawanan sebagai bahan bakar penggeraknya. Tapi rasanya selalu ada titik tengah yang membuat itu nyata untuk diperdampingkan. Dan terakhir, harapku semoga idealisme itu tetap dapat kurawat dalam perjalanan baru ini.
Topik dunia profesional vs volunteering, memang selalu hangat menjadi perbincangan. Tapi nampaknya aku tidak akan bahas disini. Semoga bisa di lain kesempatan deh ya.. karena tulisan ini hanya tentang minggu pertamaku bekerja. Wassalaam.
Komentar
Posting Komentar