Tergesa-gesa

Seakan diburu oleh waktu, apa yang mesti kita lakukan selalu dikaitkan dengan apa yang orang lain telah lakukan. Tak ada kata rehat dalam lomba lari, sekali berhenti terasa tak dapat terkejar, sangkanya.

Rasanya perkara waktu ini, sudah menjadi topik musiman yang tidak henti-hentinya dikeluhkan oleh sebagian banyak orang di masa peralihan selepas menuntaskan waktu perkuliahan, termasuk juga bagiku saat ini.

Ekspektasi keluarga, teman, dan mungkin juga 'teman' rasanya bukan lagi sebagai penyemangat, namun justru telah berganti wujud menjadi bayang-bayang yang menghantui setiap harinya.
"Rencana selanjutnya mau ngapain?"
"Lanjut studi atau mencari kerja?"
"Sebentar lagi nikah dong ya?"
Aku yakin fase ini tidaklah hanya tertuju padaku, namun juga belum tentu semua orang menjumpainya. Entah mana yang lebih baik, yang pasti jika hati ini selalu diliputi perasaan cemas akan hal itu, nampaknya bagaimana cara kita menanggapilah yang membuatnya tidak lagi baik.

Menjadi cucu laki-laki tertua dari keluarga ayah, dan cucu pertama yang berkesempatan mengenyam pendidikan di kampus yang menurut sebagian orang merupakan 'kampus wah' dari keluarga ibu, memberikan pressure tambahan padaku di tahap ini, dimana rasanya sebaiknya aku tidak boleh menjumpai kegagalan lainnya 'lagi' dalam hidupku.

Secepatnya mendapatkan pekerjaan tetap yang stabil, mandiri secara finansial dan bersegera menyempurnakan agama rasanya adalah milestone impian sebagian banyak orang atau mungkin lebih tepatnya sebagian banyak orang tua kita di kampung halaman.

Meski sebelumnya (ketika belum lulus), genre adventure pernah menjadi hal yang sangat menarik untuk kita, rasanya berkesempatan menjalaninya akan memberikan banyak pembelajaran yang tidak akan pernah kita bayangkan terjadi pada orang kantoran, waktu terasa sudah menggeser angan tersebut.

Semakin bertambah umur, semakin banyak memberikan tambahan pertimbangan, semakin membuat kita cemas dan sesal akan hal-hal yang kita sayangi dan angankan sebelumnya.

Kita akan cemas akan orang-orang yang kita sayangi, bagaimana jika mereka pergi begitu cepat ketika kita belum sempet berbakti membahagiakan mereka di sisa hidupnya. Kita akan cemas, ketika masa-masa petualangan kita justru membuat sisa hidup kita terasa tak berguna karena kepergian mereka secara tiba-tiba kelak.

Namun tak menutup kemungkinan, kita juga akan membuahkan sesal berkepanjangan karena tak pernah melalui angan sebelumnya kita idamkan. Bagiku yang senang akan hal baru dan mudah merasa bosan, melakukan rutinitas yang sama dalam jangka waktu panjang tentu menjadi hal yang kutakutkan menimpa pada sebagian besar kehidupanku nantinya.

Tapi apakah kita memang seyakin itu, kawan?

Rasanya telah muncul ketergesa-gesaan pada diriku. Memadatkan waktu untuk bergerak di saat aku seharusnya berhenti sejenak. Bernafas, menjernihkan kembali tatap pada tata langkah yang seharusnya aku mantapkan di tahap ini.

Apa sebenarnya kesuksesan itu?
Sedangkan titik kegagalan itu sebenarnya bagaimana?
Bagaimana sebenarnya kehidupan ini bekerja?
Apa petualangan yang kumaksud sebelumnya?
Apa sebenarnya yang membuat diri kita bahagia? dan
Apa sih yang sebenarnya kita inginkan, kawan?

Banyak rasanya pertanyaan yang belum terjawab, tergesa-gesa membuat hal tersebut kabur. Wahai diriku, mari kita berdamai, kini yang aku inginkan adalah bernafas, jadi berikanlah waktu barang beberapa detik untukku.

Jika sudah waktunya, mari kita berlari bersama lagi. Kita tunjukkan pada orang-orang yang kita sayangi, bahwa kita cukup mampu memberikan rasa puas bagi ekspektasi mereka, baik dengan atau tanpa memenuhi apa yang mereka pintakan.

Aku yakin kita bisa, dengan kuasa Allah tak ada yang tidak mungkin. Laa haula wa laa quwwata illa billah. Bismillah.

Komentar

POPULER

Pemerintah yang bener dong! Rakyatnya?

Sehat raga, Sehat jiwa?

Kontribusiku untuk Indonesia